Home

October 08, 2005

Sebuah cerita 2 insan

Ahad Sore di "Ayam Bakar Wongso", Jl. Pemuda Rawamangun.
Laila dan Dini duduk berhadapan di meja yang terletak di pojok ruangan. Terlihat Dini bermuka masam dan tidak ramah. Sedang Laila adem ayem menunggu Dini membuka suara. Sore itu Dini mentraktir Laila sebagai barteran waktu Laila menemani Dini. " Aku tersinggung, La dengan ucapan mbak Ratna tadi." Dini buka suara.
Laila diam memperhatikan temannya yang nampak sedih itu.
"Mudah banget mbak Ratna meminta aku untuk meng cut komunikasi aku sama Firman. Tahu apa mbak Ratna tentang Firman. Firman itu baik. Dia mau nerima aku apa adanya. Kamu tahu kan, La dokter memintaku untuk segera menikah supaya Kista ku bisa tertolong. Dan Firman mau nerima aku yang punya penyakit Kista. Dia juga alim. Dia suka ngingetin aku untuk shalat tepat waktu, rajin minum obat, bangunin aku shalat malam. Dia juga mau melamar aku. Lagi pula dia, kan ikhwan? Kenapa mbak Ratna melarang? Padahal mbak Ratna tahu kalau aku tuh sudah harus segera menikah. Supaya Kista ku nggak bertambah parah.
" Laila tetap diam. "Kok diam, La? Kasih komentar dong. Dukung aku, kek."
Laila tersenyum. Tanpa berkata apapun. "Kok malah senyum? Seneng melihat aku sedih?
" Laila masih tutup mulut. Namun ketika hidangan sudah di depan matanya, tangannya meraih gelas kemudian meminum isinya sampai hampir setengah gelas.
"Ngomong dong,La. Pokoknya kamu harus dukung aku. Karena dia itu ikhwan, jadi kamu nggak ada alasan untuk tidak mendukungku.
" "Aku tahu, kalau kamu tetap diam, itu artinya kamu setuju dengan mbak Ratna. Kamu setuju kalau aku harus menghapus nama Firman dari kehidupan aku. Kamu setuju kalau aku memutuskan hubungan bisnis baju muslim aku dengan Firman. Begitu, La?
" Kali ini Dini suara Dini sangat pelan. Bahkan Isak tangis kecil, meski samar mulai menyertai kalimatnya. Laila pun tidak tega melihat temannya yang nampak begitu tertekan. "Din, senyum dong…" tutur Laila sambil mengangkat kepala Dini yang tertunduk. Dini menatap Laila tanpa kedip. Sorotnya memohon dukungan. "Din,… kamu sudah lama mengenal aku. Kamu sering bilang bahwa kamu percaya sama aku." "Ia, La, aku percaya padamu dan itu nggak akan pernah berubah. Dalam hal ini pun, aku percaya kamu akan objektif. Kamu tidak akan membela aku ataupun mbak Ratna tanpa alasan. Aku akan mendengar apapun yang kamu ucapkan. Karena aku tahu, kamu mengerti aku. Tapi please..., La, kamu dukung aku,kan? Dia itu ikhwan."
"laki-laki seperti itukah yang kamu sebut ikhwan? Yang suka menjelajah dunia maya dan mengabaikan dakwah di lingkungan nyata yang jelas-jelas menjadi objek dakwahnya?
" "Maksud kamu, La?" "Kamu kan yang bilang kalau setiap kali kamu online, dia pasti online juga. Bahkan ia bias menghabiskan waktunya untuk nongklrong di depan monitor computer meski malam sudah berganti menjadi dinihari. Kamu juga yang bilang kalau dia sering sms kamu, telepon kamu dan bilang sayang sama kamu. Kalau begitu, apa bedanya komunikasi kamu dengan aktifitas pemuda-pemudi yang lagi pada kasmaran?
" Dini terdiam. "Kalau kamu mau memaknai ikhwan secara harfiyah, dia memang ikhwan, karena dia laki-laki. Tapi bagaimana dengan aqidahnya, fikroh dan akhlaknya? Apakah kamu yakin kalau kamu sudah mengenalnya sedang kamu nggak mengenal temannya satupun? Kamu hanya tahu tentang dia dari dirinya sendiri. Padahal untuk mengenali seseorang, kita mesti mengenal temannya lebih dulu. Setidaknya tahu komunitasnya. Dan tentang Kista itu, aku ingin kamu meyakini bahwa Allah sangat menyayangimu. Allah yang akan menyembuhkan Kistamu. Bukan Firman. Kalau pun kamu harus menikah, alas an kamu menikah bukan untuk meng-cover Kista kamu. Sekarang yang terpenting adalah berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik."
"Aku mengerti setiap inci kalimatmu, La. Tapi maaf, La. Aku ingin bertanya, tolong kamu jawab dengan sejujurnya. Kamu pernah nggak, punya hubungan khusus dengan lawab jenis? Maaf, La kalau pertanyaanku kurang sopan, tapi aku benar-benar ingin tahu, sekedar untuk lebih memantapkan niat aku." "Aku manusia biasa, Din. Dan jawaba
nku adalah. : PERNAH. Dan aku menganggapnya kecelakaan sejarah" "Bagaimana kamu menghentikan komunikasi itu?" "Satu hal yang aku tahu adalah bahwa Allah lah yang menghentikannya. Karena ternyata aku begitu lemah. Dan Allah lah yang menguatkanku."
"Terima kasih, La. Kalau kamu bisa, aku juga pasti bisa, kan?" BERSAMBUNG...........

NB: cerita ini diambil dari milist kafilah_islam.. Jazakhumulloh atas postingnya yah antum.... ^_^
memang wanita rawan bila sudah terdengar kata kista yang ada dirahimnya.. tapi yakinlah atas kebesaran Alloh SWT. yang sudah menciptakan rahim segitu indah ( walaupun saya belum menjadi seorang ibu..:) ...) karena rahim tidak ada 2nya diantara semua jenis benda... dan tidak ada yang dapat membuat rahim tersebut kecuali Alloh SWT.. dan bila dilihat dari masalah ini kembalikan kepada sang Pemilik dan sang Pencipta....rahim.... teringat ucapan teman mengenai diri ini.... saya memiliki suatu penyakit... yang menerut artikel diinternet yang teman saya dapatkan dengan penyakit saya... disitu sempet berfikir yang macam2 tentang sakit ini... apakah sakit saya ini kelak mempengaruhii turunan saya.. karena diartikel tersebut menyebutkan seperti itu kisah nyata seorang ibu.. yang memiliki anaknya cacat.... dan saat itu juga saya hanya pasarah saja kepada Alloh SWT.. karena Alloh SWT yang maha Pencipta.. seorang jundi juga Alloh SWT yah berhak menciptakan seperti apa didalam rahim seorang ummi:).... semenjak berfikir itu saya tidak terlalu mengkhawatirkan semua yang akan menimpa saya dalam kehidupan ini.. karena saya hanya berusaha perbaikian diri menuju ridho Alloh SWT.. .. semua kejadian yang akan Alloh SWT berikan kepada saya harus tetap berusaha dan optimis...akan Kebaikan dibalik Kesusahan.. dimana ada kesusahan disitu ada kemudahan :)... InysaAlloh bila tetap istiqomah.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab.

No comments: