Home

February 16, 2006

Menikah Bukan Unjuk Prestasi

Assalamu`aliakum wr wb.
Nah klo disambungkan dengan artikel yg berjudul hmm menikah/ kuliah..?
* gubrak dot com* buat dijadikan penenang hati deh artikel dibawah ini.
selamat membaca yah pemirsa..

Menikah Bukan Unjuk Prestasi

Seorang muslimah dengan berkaca-kaca bercerita kepada saya bahwa ia
ingin segera menikah. Masalah itu begitu berat membebani pikirannya
bahkan mempengaruhi ibadahnya. Ia menjadi tidak tenang, shalat tidak
khusyu', juga sulit tidur. Kondisi fisiknya tentu jadi ikut terpengaruh.

Saya sedih mendengar curhatnya. Saya juga mencoba memahami
perasaannya. Tapi wajarkah jika hal ini mengacaukan segalanya?

Ketika kuliah saya berharap bisa menikah maksimal usia 25 tahun. Namun
Allah swt baru memberikan jodoh saat usia saya 27 tahun. Meski 'hanya'
2 tahun menanti, masa itu nyatanya tidaklah dapat dikatakan sebentar
untuk menguji kesabaran jika tanpa ketegaran, rasa percaya diri, bebas
dari prasangka dan perasaan tertekan. Satu hal yang membuat saya
selalu merasa bersyukur saat itu adalah, Allah menolong saya tetap
memiliki obsesi dan berkarya.

Seiring waktu, saya makin meyakini Allah bisa menjodohkan hamba-Nya
kapan saja. Tapi, seringkali Dia mempunyai rencana lain yang mesti
kita ambil hikmahnya sebanyak-banyaknya. Saya menyadari menikah bukan
prestasi yang harus dibanggakan. Bahagia mungkin benar, karena ia
adalah anugrah istimewa. Tapi merasa bangga dan lebih baik dibanding
orang lain, jelas tidak tepat. Apalagi dianggap segala-galanya.

Saya gemas mendengar seorang ummahat berujar kepada muslimah yang
usianya jauh lebih tua namun belum berkeluarga, ''Wah, kalau gitu saya
dong yang harusnya dipanggil 'Mbak'. Anak saya kan sudah tiga.'' Saya
saja tidak nyaman dengan ucapannya, apalagi yang bersangkutan? Saya
tidak tahu, apakah ia sudah kehilangan kepekaan? Atau, memang begitu
sifat manusia yang kerap di 'uji' dengan berbagai kemudahan dari Allah?

Seandainya tidak terlambat menemukan ungkapan indah dalam surat
Al-Kahfi ayat 46: ''Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik di
sisi Tuhanmu, serta lebih baik untuk menjadi harapan.'' Tentu saat itu
saya akan menyadarkannya untuk bersikap lebih dewasa.

Manusia boleh berharap banyak tapi tidak selalu bisa memilih.
Seandainya bisa pasti ia akan memilih yang 'enak-enak' berdasarkan
nafsunya. Inilah bagian dari mengimani takdir. Dalam masalah jodoh,
perspektif iman harus senantiasa dikedepankan. Banyaknya muslimah yang
belum menikah pada usia matang harus disikapi secara arif. Selain
harus dicari solusinya, muslimah sebaiknya melakukan pembekalan diri.
Semuanya tergantung kepadanya, apakah ia akan memandang sebagai ujian
ataukah kelemahan? Jika ujian, maka mencari hikmah sebanyak-banyaknya
akan lebih berkesan dan membahagiakan daripada mencemaskannya. Jika
dianggap kelemahan, tidak akan ada yang didapat selain perasaan tertekan.

Sudah selayaknya pula seorang muslimah memandang makna pernikahan dari
berbagai sisi. Saya mendengar sekarang ini banyak mahasiswi muslimah
tingkat I yang minta dicarikan pasangan oleh 'pembina'nya, karena
saking seringnya ia mendengar keindahan pernikahan digelar lewat
berbagai seminar di kampus.

Bukan melarang untuk memikirkan dunia pernikahan pada usia relatif
muda, tetapi yang jadi masalah adalah ketika harapan itu tidak segera
terwujud. Kondisi ini jika tidak diimbangi kematangan jiwa dapat
melemahkan semangat beraktivitas dan beribadah.

Agaknya, lebih positif jika muslimah membekali diri dengan cara
menggali potensi diri dan prestasi, agar ia memiliki kematangan
berpikir dan bisa menghargai diri sendiri, daripada hanya membayangkan
sesuatu yang ia sendiri tidak tahu kapan dapat terwujud.

Menikah adalah sunah Rasul dan ibadah, ia pun merupakan ladang jihad
muslimah. Saya yakin prestasi dan kualitas seorang muslimah sebelum
menikah berbanding lurus dengan kualitasnya sesudah menikah. Artinya,
kualitas seseorang setelah berumah tangga baik secara ruhiyah,
fikriyah maupun amaliah sangat dipengaruhi bagaimana sosoknya sebelum
menikah. Fenomena futur setelah menikah sering terjadi, karena
kurangnya pemahaman dan wawasan tentang pernikahan sejak masih lajang.
Karena pernikahan dianggap presatsi tertinggi yang bisa diraih.

Jika Allah memang belum mengabulkan apa yang kita harapkan, hiburlah
diri dengan prasangka tinggi bahwa semakin Allah menunda insya Allah
semakin baik kualitas yang akan Allah berikan suatu saat nanti karena
Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kesabaran hamba-Nya. Bagi yang
sudah berkeluarga, selayaknya mensyukuri pernikahan dengan mengemban
amanah sebaik-baiknya. Kalaupun belum mampu memberikan solusi, menjaga
perasaan dan memiliki kepekaan kepada sesama adalah hal terbaik dalam
ikatan ukhuwah kita.


© Oktober, 2002 Ummigroup.co.id


===============================================================

Semua artikel pada milis ini bisa dilihat di http://prayoga.net/
situs-nya artikel dan cerpen (pra) pernikahan

================================================================

1 comment:

Rini said...

dv kayaknya dah siap tuk nikah.
Kapan nih undangannya?
^_^